Tak Terima Di Cari Wartawan Pj Kades Poleganyara Melapor Ke Dewan Adat


(Laporan terhadap wartawan ke lembaga adat oleh Pj Kades karena yang bersangkutan tidak memahami tentang UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 di mana  wartawan sekaitan dengan profesinya tidak bisa di proses tanpa melalui rekomendasi sidang kode etik Dewan Pers)


Poso, Bongkarsulteng.my.id - Di duga tidak terima karena di cari wartawan di kantornya, Pj Kades Poleganyara, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Handri Tumonggi memanfaatkan Lembaga Adat sebagai kuda tunggang dengan cara melaporkan wartawan CH (49) melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma adat yang berlaku di desanya.

Dari surat nomor 005/004/Lappos-PLG/II/2005 tertanggal Minggu 09 Februari 2025 yang ditandatangani Ketua Adat Poleganyara, AC Tompondusu disebutkan yang bersangkutan dipanggil karena tidak menghormati dan menghina serta melakukan pengancaman terhadap pemerintah desa Poleganyara.

Pemanggilan terhadap wartawan oleh Pj Kades ini sontak menimbulkan reaksi dari rekan-rekan profesi wartawan Sulawesi Tengah.

Sebagian besar menganggap pemanggilan terhadap CH merupakan sebuah intimidasi dan persekusi untuk membatasi ruang kerja wartawan.

"Dalam melaksanakan tugasnya, wartawan  dilindungi  Pasal 28F UUD 1945. Mereka berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.  Hukum adat Pamona  tidak bisa dikenakan  terhadap tugas  wartawan karena UU Pers nomor 40/1999 jelas mengatakan. Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Hukum adat pamona wajib kita hormati namun perlu pertimbangan dalam  penerapannya,  mengingat  penerapan  hukum ada koridor legalitas yang telah ditetapkan," tegas wartawan senior, Obet J Kapita.

Rekan-rekan CH juga menduga pelaporan terhadap wartawan ke lembaga adat oleh Pj Kades itu karena yang bersangkutan tidak memahami tentang UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 di mana  wartawan sekaitan dengan pekerjaannya tidak bisa di proses  tanpa melalui rekomendasi sidang kode etik Dewan Pers.

"Kami menduga Pjs Kades ini tidak memahami UU Pers dan prosedur kode etik wartawan. Wartawan tidak bisa di proses kalau tidak ada rekomendasi dari Dewan Pers," ungkap sejumlah wartawan seragam.

Dicarinya Pj Kades Poleganyara oleh wartawan dilatarbelakangi oleh beberapa persoalan diantaranya terkait dugaan penggelapan restribusi air,  penanganan masalah tanah yang berat sebelah, sewa balai desa dan rencana proyek air bersih yang hingga kini tetap dipaksakannya di bangun di lokasi air tinja dan racun pestisida namun di tolak warga termasuk dugaan korupsi atas beberapa item proyek dan permintaan persen atau fee atas pekerjaan proyek salah satu kontraktor yang masuk di Poleganyara. 

Selain dugaan korupsi dicarinya kades tersebut juga sekaitan dengan dugaan pencemaran nama baik dan upaya-upaya penyerobotan terhadap lokasi pembangunan bak air serta dugaan pembabatan hutan lindung di lokasi Petentango dengan dalil untuk kebun desa  yang dilakukannya di lokasi tersebut.

Namun saat hendak di temui, Senin (3/2) pekan lalu yang bersangkutan sedang tidak di kantornya. dDi duga karena merasa malu dan ketakutan sehingga kedatangan wartawan dilaporkannya ke Lembaga Adat.

Handri Tumonggi sendiri pernah tersandung kasus dan pelecehan etika terhadap atasannya. 

Sebelumnya dia juga pernah menjabat di dua desa namun di duga karena tingkah lakunya yang tidak berkenaan dengan pencapaian kinerjanya sehingga kemudian dia di mutasi dan akhirnya ditempatkan di Poleganyara.

Dia juga pernah terlibat politik aktif dengan menerima sejumlah uang dari caleg DPR RI, Mardiman Sane yang diterimanya melalui LG bendahara tim di Tentena.  



Post a Comment

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

أحدث أقدم
Post ADS 1
Post ADS 1